Orang
yang terakhir kali berdiri di sana……
Akhirnya, aku sampai ditepisana.
Kulihat jelas semua oramennya. Dan aku hanya tersenyum kecil.
Diluar, matahari bersinar di
satu sisi, tapi cahayanya lemah. Dan salju menumpuk disekitar sisi jalan yang
terlihat. Beberapa yang lain berjatuhan dengan anggun. Tapi, tidak dingin.
Entah kenapa, tidak dimgin.
Tempat ini tidak dapat aku
jelaskan apa jenisnya. Ini seperti sebuah tempat dibawah gunung es. Hanya
putih, putih, yang terlihat di mana-mana. Lekukan-lekukan tanah dan oh ya, yang
paling aneh, adalah pohon-pohon yang berwarna biru.
Rasanya sunyi…
Tidak ada siapa-siapa di sana…
Aku merasa kesunyian ini adalah
yang paling hening dalan hidupku. Aku merasa seperti jiwa yang baru keluar ke
bumi, dan tersesat entah dimana. Aku hanya diam saja, memperhatikan daun-daun
pohon biru itu berguguran pelan.
Lalu, kupandangin langit lagi.
Kurasakan salju-salju itu menimpa wajuhku pelan-pelan, membelaiku. Mereka
berkilauan disinari matahari lembuh. Berkilauan dalam tujuh warna, seperti
pelangi.
Ah, pelangi….
Iris….
Entah kenapa nama itu yang
pertama kali ku ingat disini. Entah kenapa aku langsung mengingatnya saat
melihat biasan warna pelangi. Dia, yang diam-diam dengan tenang tertidur dalam
jiwaku.
Lalu aneh, aku merasa ada sebuah
lagu yang terdengar pelan. Tanpa musik, tanpa orchestra. Terdengar sayup-sayup
dan indah. Seperti nyanyian kecil di keheningan yang luar biasa. Saat angina
berhembus pelan tanpa suara, saat daun-daun berkibas dengan tenang.
Aku terdiam sambil menutup mata.
Suara itu begitu indh, menggaung pelan di antara salju-salju yang turun. Aku
merasakan dadaku terasa hangat, serasa tenggelam dalam suatu perasaan yang
lebih hangat dari yang pernah ku alami sebelumnya.
Suara itu terasa semakin dekat….
Semakin hangat….
Sampai aku merasakan pelukan
yang menyentuh erat punggung ku. Rasanya setiap sel dari tubuh ingin terbang
dan bercahaya. Rasa nyaman dan segala macam perasaan aneh menjalar di sekujur
tubuh ku. Aku tidak tahu itu siap, tapi rasa ini sulit ku lupakan….
Dia memeluk punggung ku begitu
lama, kurasakan tangannya yang mungil menyentuh tanganku. Di genggamnya
erat-erat tanganku itu rasanya semua rasa letih itu terlupakan….
Lalu aku berusaha berbalik,
ingin melihat itu siapa, ku putarkan tubuhku pelan. Dia tidak memberontak, dia
tidak berteriak. Tangannya melepaskan tubuhku.
Kupandang dekat-dekat seseorang
yang ada di depanku itu…
Dia tersenyum kecil. Berdiri
dengan anggun di antara tumpukan salju. Rambutnya yang panjang hitam, di embus
angina pelan-pelan. Terdapat sayap seputih salju di punggungnya. Dia memakai
sebuah gaun putih panjang.
Rasanya aku ingin menangis,
berteriak, dan tertawa dalam waktu yang bersamaan. Aku merasa nyanyian itu
terdengar sekali lagi, mengibaskan banyak hal di depanku. Kenangan-kenangan, perasaan…
yang membeku dalam waktu, yang membiasakan warna-warna lembut, selembut salju.
Aku berlari ke arahnya dengan
perasaan yang ingin meledak seutuhnya melebur seluruhnya. Menari dalam setiap
baying mentari yang tersisa.
Kupeluk tubuhnya erat-erat. Kuhempaskan
tubuhku ke arahnya. Kubiarkan setiap hal beribas dan berembus pelan, kubiarkan
rasa hangat dan kasih meledak, membiasakan warna-warnanya di langit. Tubuhku
bergetar hebat, kuremas lembut rambutnya. Dia hanya membelai rambutku pelan
sambil mendekapku lebih erat lagi.
“Iris…. Iris…. Iris….” Ucapku
pelan, berbisik dengan suara bergetar
“Iris…. Iris…. Ini Leo….”
Lalu, kami terus berpelukan
Lama sekali…
Sumber :
Novel “hujan pun berhenti…..”
ciptaan : Farida Susanty
Tidak ada komentar:
Posting Komentar